! Head Line ! Hikmah ! Median ! Kabudayan ! Talang 17-an ! Kolom Cak Nun ! Forum ! Lain-Lain ! Beranda !
__________________________________________________________________________________________________________________

Edisi 8

Keterasingan Semut Hitam
Oleh Ds Nugroho

Ketika lagi asyik mendengarkan alunan suara musik kiai kanjeng tiba-tiba saya dikagetkan oleh gigitan kecil tepat di leher bagian belakang. Kemudian secara reflek tangan kanan saya langsung menuju ke arah tempat saya merasakannya. Dengan ujung jari dan ibu jari tangan, saya mendapatkan seekor semut kecil. Agak sedikit menggeliat memang semut itu kemudian cepat saya letakkan dilantai. Semut itupun segera menggerakkan kaki-kakinya menelusup dibalik tikar. Ya dibalik tikar yang terbuat dari jalinan daun pandan semut itu berlindung .Masih saja pandangan mata saya tertuju pada tempat kali pertama saya meletakan semut itu di lantai.

Sungguh dalam pikiran saya terus terjadi semacam pertentangan, kenapa saya harus melepaskan semut yang menggigit leher saya tadi dan tidak membunuhnya. Walau kalau hanya untuk membunuh toh sangatlah mudah tinggal saya jepit dengan sedikit tenaga pun sudah akan mati. Dan semut itu pun sekarang dalam kesendirian —karena tidak tampak oleh pandang mata saya selain satu semut yang menggigit leher saya tadi. Dia sekarang menjadi sangat terasing, bisa saja semut itu sebenarnya terbawa dari tempat tinggal saya. Tentu, ia tidak akan menemukan komunitasnya yang selama ini hidup bersamanya.

Jika benar demikian, sekarang semut itu hidup sendiri, menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri dan mengawali pemenuhan kebutuhannya tanpa bergantung pada semut lain. Dan, saya sebagai makhluk yang paling bertanggung jawab terhadap kesendirian semut karena turut andil dalam menciptakan kesendirian si semut tadi. Pikiran itu terus saja tidak segera beranjak pergi dari kepala saya. Saya menjadi tidak nyaman, hingga urat saraf menjadi tegang. Segera saya ambil jurus jitu untuk menenangkan diri. Tanggung jawab adalah sebuah kata yang terasa teramat sangat berat. Bisa jadi kemauan semut itu sendiri untuk menjadi terasing karena seandainya semut itu tidak menggigit leher mustahil ada keterasingan. Jadi, saya tidak akan pernah berpikir untuk ikut bertanggung jawab terhadap keteransingannya. Oleh karena akibat ada oleh adanya sebab, dan keterasingan itu ia ciptakan dengan gigitan di leher saya.

Dan seandainya semut itu terbunuh oleh jari-jari tangan ini, bagaimana dengan mereka yang ditinggalkan? Apakah mereka tidak merasakan kehilangan. Atau mereka terus berharap untuk bertemu lagi, sedang semut itu sudah tidak mungkin lagi akan kembali menemui mereka. Menjadikan mereka mengharapkan sesuatu yang tak mungkin, bukankah sama dengan keterasingan itu sendiri? Dan, itu merupakan suatu keterasingan kelompok karena mereka adalah anak, adik ataupun kakak, maupun juga rekan sekomunitas dari si semut itu. Semakin bertambah lengkaplah kecemasan dan ketidaknyamanan dalam diri ini. Namun, bukankah manusia itu sendiri merupakan mahluk asing yang hidup di muka bumi ini...?

Edisi 8